Senin, 14 Mei 2012
Jumat, 11 Mei 2012
JOJOBO GAGASAN
small step -
ikhtiar mengawal perubahan*
oleh: Sahrin Hamid **
Jojobo Gagasan, sengaja dijadikan sebagai “branch” dari helatan yang hendak digelar
ini. Memakai kata Jojobo bukan tanpa maksud. Ini diambil dari serpihan tradisi
yang terserak di tengah-tengah masyarakat kita. Masyarakat Maluku Utara,
masyarakat di kaki gunung Moloku Kie Raha, masyarakat yang memijak bumi dari
gugusan Halmahera. Jojobo tidak asing di telinga masyarakat kita, terutama
ibu-ibu, padahal sejatinya jojobo adalah sebuah kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat kita sejak dahulu kala. Bisa dikatakan sejak ratusan tahun lalu,
sejak mengenal tradisi rumah adat sebagai pusat kegiatan dan perkumpulan
masyarakat. Perkembangan jaman
menjadikan jojobo identik dengan arisan. Sehingga dalam pergaulan sehari-hari, sering
dikatakan bahwa jojobo itu arisan dan arisan itu jojobo.
Telah menjadi “bahasa pasar” atau melayu ternate, bahwa Jojobo
sepadan dengan arisan. Oleh karnanya, ada baiknya melirik sejenak “arisan”
dalam kamus bahasa Indonesia. Jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Aris-an (n) adalah : Kegiatan mengumpulkan uang atau barang yang bernilai sama
oleh beberapa orang kemudian diundi di antara mereka untuk menentukan siapa
yang memperolehnya, Undian dilaksanakan dalam sebuah pertemuan secara berkala
sampai semua anggota memperolehnya; ber-aris-an (v) bertemu (berkumpulan)
secara berkala untuk arisan.
Nah, sekarang bagaimana dengan Jojobo ? menurut sebagian
pendapat jojobo diambil dari kata bahasa ternate, yang bermakna: “mengumpulkan
uang”. Sementara dalam tradisi masyarakat Tobelo Galela yang didapatkan dari
penelusuran internet. Bahwa jojobo sudah dikenal sejak tradisi rumah adat yang
difungsikan selain untuk kegiatan sosial politik. Juga dijadikan sebagai pusat
kegiatan ekonomi dalam usaha bersama yang juga diistilahkan dengan jojobo. Hal
ini, dapat dilihat dari fungsi-fungsi rumah adat yang ada dalam tradisi
masyarakat kita. O Salu di Loloda, Sabanga di Galela, atau O Halu, di Tobelo.
Yang kesemuanya bermakna serupa. Yakni Hibua, atau sibua, atau yang lebih
dikenal sekarang dengan sabua. Sebuah bangunan tanpa dinding yang digunakan
sebagai pusat pertemuan masyarakat dalam membicarakan persoalan-persoalan yang
dihadapi oleh masyarakat, selain sebagai tempat menggelar acara-acara resmi
atau penerimaan tamu. Juga difungsikan sebagai kegiatan ekonomi masyarakat.
Dalam hal ini, melaksanakan jojobo itu. Dan, saya kira di daerah-daerah di
Maluku Utara, kurang lebih memiliki hal yang sama.
Dalam bahasa Tobelo, Jojobo dianggap berasal dari kata
“Jobo” yang artinya, pergi. Jobo-jobo diartikan sebagai pergi atau perjalanan
yang tak berhenti. Sehingga jobo-jobo, atau jojobo diartikan sebagai sebuah
kegiatan yang terus menerus dan tidak berhenti sampai dengan seluruh anggota
yang melakukan jobo-jobo itu mendapatkan manfaatnya secara kesemuanya.
Dengan demikian, jojobo dan arisan sudah dianggap memiliki
makna yang sama. Yang dapat disimpulkan sebagai Kegiatan berkumpul dari anggota
tersebut, dan berkontribusi, yang pada akhirnya bahwa kontribusi tersebut harus
didapatkan manfaatnya secara keseluruhan oleh semua anggota.
GAGASAN
Kenapa gagasan? Gagasan adalah sesuatu yang sangat berharga
bagi manusia, karna gagasan lahir melalui proses dialektika alam pikir, alam pikir
dibentuk oleh pengetahuan dan rasa terhadap realitas empiris maupun dunia ide.
Maka gagasan adalah buah pikiran, sesuatu yang sudah berwujud, yang dapat
dibayangkan.
Dalam konteks politik, gagasan memiliki tempat yang sangat
strategis. Karna sejatinya gagasan menjadi faktor pembeda antara satu kekuatan
politik dengan yang lainnya. Juga gagasan yang telah terformulasi menjadi
kebijakan politik partai, kan menjadi arah (guidens)
bagi partai menuju pencapaian paripurna dalam mewujudkan gagasan menjadi nyata
adanya. Walaupun wajah politik Indonesia kini, lebih membawa publik pada
penilaian perilaku politik para politisi yang abuse of power, korup, gila kuasa, feodal dan perilaku negatif
lainnya, namun tentunya prilaku politik yang memuakkan rakyat tersebut tidak
lepas dari apa yang dominan dan bersinggasana dalam kerajaan pikir manusia
politik di republik ini. Walau hal ini tidak dapat digeneralisir. Namun,
kesadaran public telah terbentuk, bahwa apa yang menjadi perilaku adalah cermin
dari proses dan buah pikir.
Gagasan segar dan sehat yang lahir dari pemangku politik
yang berperspektif kepentingan rakyat, lahir dari dinamika masyarakat, lahir
dari keadaan sesungguhnya masyarakat, dengan cara pikir yang berpihak pada
rakyat secara sungguh-sungguh. Maka, tentunya gagasan-gagasan tersebut akan
mendapat tempat di akal dan di hati rakyat. Dengan kondisi ini, maka gagasan
akan menjadi perekat bagi masyarakat, karna
terbangun hubungan emosional dan militansi terhadap perjuangan mewujudkan
gagasan. Bukankah gerakan-gerakan besar yang manandai perubahan-perubahan besar
dunia dan juga di Indonesia, dimulai oleh sebuah gagasan? Merdeka di tahun
1945, Orde Baru 1966, dan Reformasi 1998 adalah gagasan-gagasan yang mendapat
tempat di hati dan di akal masyarakat, sehingga terbangun suatu hubungan yang
menjiwa dalam perjuangan mewujudkan gagasan-gagasan tersebut.
IKHTIAR PAN UNTUK MENCERAHKAN dan BERTANGGUNGJAWAB
PAN adalah partai politik yang tidak bisa melepaskan diri
dari peran, fungsi dan kewajiban sebagaimana sejatinya partai politik dengan
kekuatan peran-peran strategisnya yang membawa masyarakat kepada sebuah kondisi
yang lebih baik. Merujuk pada standar minimal fungsi partai adalah sebagai
kekuatan yang merepresentasi masyarakat dalam mengelola kebijakan publik
menjadi aturan-aturan yang mengikat dan memberi arah bagi kemajuan masyarakat.
Maka, dalam berbagai teori tentang partai politik, bahwa partai politik diamanatkan
untuk mengemban fungsi pendidikan politik, komunikasi politik, rekruitmen dan
distribusi kekuasaan atau posisi politik, juga yang tidak kalah penting adalah
melakukan agregasi dan artikulasi kepentingan politik masyarakat. Khususnya
masyarakat yang diwakilinya. Konstituen.
Wajar, jika harus diakui bahwa fungsi dominan yang selama
ini terlihat oleh rakyat bahwa yang ada dari partai politik adalah “only” rekruitmen dan distribusi kekuasaan
politik. “bagi-bagi jatah kekuasan” karna inilah yang banyak menyita perhatian
partai juga perhatian masyarakat pada umumnya. Sehingga secara singkat partai distigmakan
menjadi “perkumpulan orang-orang yang haus kekuasaan dan serakah terhadap uang
Negara”. Sebagai orang partai ini harus menjadi cermin sekaligus media refleksi
dan evaluasi terhadap keberadaan partai dan peran-peran partai selama ini.
Kenapa tidak, yang mewarnai dinamika publik dalam media massa kita di tivi, di
Koran di internet, yang terlihat adalah perebutan kekuasaan antar partai, juga
konflik perebutan pengaruh di internal partai. Sehingga partai menjadi sebuah
kerajaan tersendiri, yang menerapkan bau feodalisme yang begitu kental. Sistem
dan mekanisme partai yang sudah termaktub indah menjadi pedoman-pedoman yang
harus dijalankan harus tergerus oleh kehendak ketua atau ketua umum. ide dan
gagasan menjadi barang langka yang hanya menjadi otoritas yang merubah wujud
menjadi “perintah ketua” bukan perintah konstitusi partai atau pedoman-pedoman
partai. Sehingga partai yang mestinya sebagai ladang tumbuh suburnya benih
demokrasi yang menjadi antitesa dari feodalisme, malah yang terjadi adalah justru
menjadi kerajaan-kerajaan baru bagi raja-raja baru. sehingga, yang muncul
sebagai gambaran partai adalah pecat-memecat tanpa alasan, penggulingan ketua,
PAW bagi yang berbeda pikir, transaksi uang dalam momentum konstetasi politik,
membeli kursi kekuasaan pada Panitia Pemilu, lebih doyan dan dominan bicara soal orang dan urusan pribadi dibanding
ide, gagasan dan urusan umum. Parahnya lagi, jika sampai pada tingkat anti
terhadap wacana-wacana produktif yang melahirkan gagasan-gagasan baru. Ini
harus diakhiri !.
PAN sebagai partai politik yang telah mendapatkan
kepercayaan rakyat yang signifikan dari masyarakat, khususnya masyarakat Maluku
Utara, berupaya meng-ikhtiari untuk memantapkan peran-peran strategis partai
sebagai pendengar, penjemput, dan pejuang kepentingan masyarakat. Sehingga
ruang-ruang publik yang selama ini lowong dari “soma politik” dalam
menjaring kepentingan masyarakat yang terepresentasi pada tokoh-tokoh
masyarakat atau bahkan masyarakat akar rumput, harus tereksplorasi, terbundeling dan menjadi agenda yang harus
diperjuangkan oleh partai. Khususnya
PAN.
Dengan demikian, sebagai partai tidak hanya berhenti pada
rumah gagasan yang menyemai ide-ide besar, tapi harus termanifestasikan menjadi
gerak juang dalam komunikasi dan tindakan membuat nyata gagasan yang lahir dari
simpul-simpul masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Karna masalah selalu ada
dan terus ada, maka gagas harus memproduksi gagasan yang berdimensi moralitas
dan berpihak pada rakyat, yang terformulasikan menjadi program, anggaran dan
tindakan para legislator dan eksekutif .
PAN DAN JOJOBO GAGASAN
Kurang lebih, inilah yang menjadi latar. Kenapa JOJOBO
GAGASAN ini menjadi penting bagi PAN dan bagi rakyat Maluku Utara.
Sehingga JOJOBO GAGASAN menjadi asa bagi PAN, untuk
menjaring, mempergilirkan, mengumpulkan kontribusi gagasan atau buah pikir yang
lahir dari kondisi masyarakat untuk diangkat menjadi agenda yang harus menjadi
bagian dari agenda partai untuk mewujudkannya menjadi nyata dan bermanfaat bagi
seluruh anggota masyarakat.
Sebagaimana makna “jobo-jobo” sebuah perjalanan terus
menerus tanpa akhir. PAN adalah musafir bagi kehendak kepentingan rakyat, yang
terus bergerak tanpa henti, seiring perkembangan dan perubahan masyarakat yang
juga terus bergerak. Tak berhenti. Sebagaimana perubahan itu sendiri. Inilah
keabadian perubahan. Bahwa perubahan selalu abadi. Yang tidak berubah hanyalah
perubahan itu sendiri.
Dan PAN juga kan terus-menerus, tak henti, bergerak,
ber-ikhtiar menjadi Partai yang mencerahkan dan bertanggungjawab !
Selamat ber-JOJOBO GAGASAN…
“Marimoi Ngone Futuru”
Ternate, 25 maret 2012
* Disampaikan pada launching acara Jojobo Gagasan DPW PAN
Maluku Utara, Senin 26 Maret 2012 di café Djarod Ternate
** Ketua DPW PAN Maluku Utara
Catatan dari Weda Halmahera Tengah (1)
Kota Weda: kecil teratur
Matahari begitu menyengat di siang itu. Menyiram panas bumi Fagogoru. Kami tiba di siang itu, sekitar jam 11 siang di depan Kantor Polres Weda Halmahera Tengah. Menunggu rombongan lain, sementara polisi juga sudah menunggu di depan kantor untuk mengawal kami rombongan DPW PAN Maluku Utara.
Tak berselang lama lengkap sudah rombongan kami, 1 unit mobil Mitsubishi double cabin, 1 unit toyota innova, 2 unit avanza. Bersama rombongan kami, di mobil pertama berplat nomor L 1 ketua DPD PAN Halmahera Tengah Yubelina Simange, bersama suaminya Lucky. Rombongan mobil lainnya, Sekretaris DPW PAN MU Iqbal Mahmud, Dino Ronga, Upi paman dll, di rombongan yang lain Jufri Ketua PPOK bersama rombongan lain, Basri Palupessy, Ruslam Haltim dll.
Dikawal oleh motor patwal keliling Kota Weda yang nampak tidak terlalu besar. Sepanjang jalan terasa bahwa pembangunan Weda sedang berlangsung. Gunung dikikis rata dengan jalan terlihat gersang masih menjadi pemandangan, debu terbang berbungkus panas, di samping kanan terlihat rumah-rumah tersusun rapih, perumahan pemda, maksudnya perumahan bagi pegawai. Menurut cerita di masa Bupati Hasan Doa, untuk memindahkan agar para pegawai mau tinggal di Weda, maka dibangunkan rumah-rumah pegawai. Memang dulunya Kabupaten Halmahera Tengah beribukota di Soa siu Tidore. Masa pemekaran, semua dipindahkan ke Weda. Dan pola ini dianggap berhasil jika dibandingkan dengan Propinsi Maluku Utara yang pindah ke Sofifi dari Ternate. Sampai saat ini, belum berhasil memindahkan seluruh pegawai propinsi ke Sofifi.
Di Weda, kami turun di hotel Tiara Halmahera, konon ini hotel terbaru dan tertinggi kelasnya di Weda. Lumayan. Kamar kami ber-AC, ada Hot water, shower, cuman tanpa selimut. Hehe. Dan infonya juga pemiliknya Keluarga Bupati. Dan suasana kami di hotel tersebut, menjadikan bahwa seakan kita tidak sedang di Kabupaten yang dulu dikenal dengan rawa-rawa, sekarang rawa telah disulap menjadi bangunan-bangunan, hotel, dll. Jalanan hotmix, bangunan rumah pejabat pemda kabupaten berjejer rapih. Kami sempat singgah ke rumah Sekda Kabupaten Halteng, Basri Amal. Yang dengan bersemangat mempresentasikan energi dari pohon dari aren. Wow. Nanti kita bahas soal ini.
Saya menyempatkan diri keliling sekali lagi untuk menyusuri jalan-jalan di dalam kota Weda, sampai masuk di Pelabuhan. Sepintas dalam pandangan saya. Weda sedang berbenah, kota yang tidak begitu besar namun rapih. Jika dibandingkan dengan Sofifi. Ibukota Propinsi.
Matahari begitu menyengat di siang itu. Menyiram panas bumi Fagogoru. Kami tiba di siang itu, sekitar jam 11 siang di depan Kantor Polres Weda Halmahera Tengah. Menunggu rombongan lain, sementara polisi juga sudah menunggu di depan kantor untuk mengawal kami rombongan DPW PAN Maluku Utara.
Tak berselang lama lengkap sudah rombongan kami, 1 unit mobil Mitsubishi double cabin, 1 unit toyota innova, 2 unit avanza. Bersama rombongan kami, di mobil pertama berplat nomor L 1 ketua DPD PAN Halmahera Tengah Yubelina Simange, bersama suaminya Lucky. Rombongan mobil lainnya, Sekretaris DPW PAN MU Iqbal Mahmud, Dino Ronga, Upi paman dll, di rombongan yang lain Jufri Ketua PPOK bersama rombongan lain, Basri Palupessy, Ruslam Haltim dll.
Dikawal oleh motor patwal keliling Kota Weda yang nampak tidak terlalu besar. Sepanjang jalan terasa bahwa pembangunan Weda sedang berlangsung. Gunung dikikis rata dengan jalan terlihat gersang masih menjadi pemandangan, debu terbang berbungkus panas, di samping kanan terlihat rumah-rumah tersusun rapih, perumahan pemda, maksudnya perumahan bagi pegawai. Menurut cerita di masa Bupati Hasan Doa, untuk memindahkan agar para pegawai mau tinggal di Weda, maka dibangunkan rumah-rumah pegawai. Memang dulunya Kabupaten Halmahera Tengah beribukota di Soa siu Tidore. Masa pemekaran, semua dipindahkan ke Weda. Dan pola ini dianggap berhasil jika dibandingkan dengan Propinsi Maluku Utara yang pindah ke Sofifi dari Ternate. Sampai saat ini, belum berhasil memindahkan seluruh pegawai propinsi ke Sofifi.
Di Weda, kami turun di hotel Tiara Halmahera, konon ini hotel terbaru dan tertinggi kelasnya di Weda. Lumayan. Kamar kami ber-AC, ada Hot water, shower, cuman tanpa selimut. Hehe. Dan infonya juga pemiliknya Keluarga Bupati. Dan suasana kami di hotel tersebut, menjadikan bahwa seakan kita tidak sedang di Kabupaten yang dulu dikenal dengan rawa-rawa, sekarang rawa telah disulap menjadi bangunan-bangunan, hotel, dll. Jalanan hotmix, bangunan rumah pejabat pemda kabupaten berjejer rapih. Kami sempat singgah ke rumah Sekda Kabupaten Halteng, Basri Amal. Yang dengan bersemangat mempresentasikan energi dari pohon dari aren. Wow. Nanti kita bahas soal ini.
Saya menyempatkan diri keliling sekali lagi untuk menyusuri jalan-jalan di dalam kota Weda, sampai masuk di Pelabuhan. Sepintas dalam pandangan saya. Weda sedang berbenah, kota yang tidak begitu besar namun rapih. Jika dibandingkan dengan Sofifi. Ibukota Propinsi.
Kamis, 10 Mei 2012
Langganan:
Postingan (Atom)